Monday, April 13, 2015

Berakhir sajalah...

Kalimat 'maaf' memberi berbagai makna bagi anggapanku. 'maaf' kepada keadaan yang manakah yang hendak kau pinta permohonannya, meminta maaf untuk yang lalu atau meminta maaf karena kembali mengingatkan?. Tidak. Tidak bermaksud menyalahkan 'mu' yang terlanjur berkata maaf, hanya saja mengingat maaf 'mu' malah semakin membingunkan pilihan (itu). Sebenarnya, 'mu' tidak pernah bersalah, tidak berani aku yang sudah berkali-kali menyalahkanmu kini kembali menyatakan 'mu' bersalah lagi. 

Untuk kita, 'mu' dan aku. Berakhir sajalah. Cerita yang masih kita rangkai dengan berbeda pena ini. Berakhir sajalah. Suara yang beradu dengan berbeda nada ini. Berakhir sajalah. Bagi hati yang bersalah lagi lagi dan lagi dengan ketidak sengajaan berulang. 'mu' dan aku sama-sama tahu, mengingat-menjaga itu seperti apa. Lelah dan berakhir sajalah, tentang ketidak-enakan, kekhawatiran, kepercayaan dan keterikatan. Tidak pernah ada janji, tidak pernah ada aksi. Hanya mulut yang bercuap-cuap selalu memberi tanda, tidak ada yang tidak mampu menerima tanda itu, aku menerima. Tapi, penerimaan yang bahkan 'mu' tidak tahu. Dan benar-benar berakhir sajalah 'mu' dan aku tentang warna-warni yang dulu, karena yang dihadapan adalah warna-warni tebakan baru.
Berakhir sajalah yang lalu...

Saturday, July 26, 2014

Panggil dia, Eccy.

Terkadang atau sering kata-kata menjadi pecah begitu saja ketika dihampiri suka dan duka. Sahabat...
Pertanyaan yang sampai saat ini masih sering ku dengungkan dalam sejenak lintas pikiranku, saat seseorang pernah menanyakan "kenapa kamu baik sekali sama aku? padahal belum tentu aku baik sama kamu". Kini pertanyaan itu kembali ia lontarkan padaku dengan imbuhan kalimat yang sedikit berbeda "Kenapa kamu masih baik sama aku? Padahal aku lagi ada masalah yang gak gampang juga sekarang". Kalau saja dia mengatakannya langsung kepadaku dia pasti akan melihat senyum lebar yang siap ku lemparkan padanya dan memberinya sebuah pelukan, rasanya itu sudah bisa menjadi jawaban yang layak untuk setiap pertanyaan sejenis yang selalu ia katakan padaku setiap aku usai melakukan suatu hal untuknya. Mungkin juga, akan ada air mata yang membasahi wajah ku hingga semakin menjelaskan jawaban yang ku berikan padanya.

Kalau saja aku berani mengutarakan pertanyaan sejenis kepadanya, apa yang hendak ia jawab kepadaku? Ku kira jawabannya akan sama. Hanya saja dia lebih berani dan terjaga emosinya untuk berkata-kata berbeda denganku yang lebih bisu seribu bahasa tapi tidak sampai bisu dalam bersikap. Di sisi lain aku menilai itulah bagian dari ketulusannya, bagiku dia menjadi sangat polos. Mungkin di setiap pertanyaannya ada benteng yang sedang ia jaga kekokohannya, benteng kepercayaan. Saat semakin banyak kisah yang ia bagi denganku, aku semakin yakin. Dirinya mungkin tidak bisa jika harus mengulang kembali bangunan kepercayaan yang sudah ia bangun dengan segenap hatinya. Kepercayaan yang tidak akan pernah mudah di berikan kepada sembarang orang, sembarang teman, tiba-tiba harus luluh lantah begitu saja karena permainan seseorang yang hendak membagi luka dengan sengaja. Aku juga pernah merasakan bagaimana keluhnya hati saat harus berlelah kembali untuk membangun benteng yang satu ini, terlebih lagi dengan goresan luka itu. Aku jadi teringat sebuah kalimat 'memaafkan bukan berarti melupakan'. Betapa sulitnya jika harus jatuh bangun pada keadaan yang sama, rasa bosan bisa jadi membuahkan persepsi untuk mundur selamanya dan mengubur benteng itu dengan teramat dalam. So, mungkin saat bertemu denganku atau beberapa orang lain yang kini mulai bertambah dekat dengannya, ia mulai kembali merasakan persahabatan yang harus dibumbui rasa kerpercayaan. But, sometimes aku yang malah merasa aneh sendiri saat menilai dirinya dalam imajinasi kata-kataku. Apa aku yang berlebihan? Apa sebenarnya aku yang tengah rindu? Rindu sahabat yang mengutarakan perasaannya atas semua sikapku?.
Yaa... Aku sedang dalam kelabu rindu yang membayangi, begitu rumit aku membujuk diriku sendiri untuk lupa, untuk lepas, untuk rela dengan beberapa hal yang sempat ku lewati dengan beberapa temanku. Hatiku terlalu takut untuk memulai, terlalu sombong terus membiarkan kenangan menjadi pagar tuk memulai hal baru. Aku kelewat lama mencari, bukankah sebenarnya aku menghindar?

Dan... Eccy... Begitu ia suka disebut namanya. Dia yang sejak dua tahun lalu ku kenal, sejak aku mulai merasa tertarik untuk mengenalnya tapi aku menampiknya dengan begitu saja. Lalu Ramadhan 2013 yang membiarkan semuanya dimulai hingga saat ini. Polos, kata yang suka ku sematkan di belakanh nama beberapa teman-temanku. Entah, kata polos begitu sangat mengena dalam benakku. Kata polos yang berarti tulus dan apa adanya dalam logika penilaianku, atau sebenarnya logika perasaanku sendiri yang suka menilai orang seenak hati sendiri? Biarlahh, aku tidak peduli orang lain akan beranggapan seperti apa, bagi yang lain mengatakan mungkin penilaian-penilaianku bisa sangat salah besar karena begitu saja mudah menilai baik. But, come one menn!!!. Who am i? I'm just a human. Yang berhak untuk menilai dan memandang, bagiku dengan menilai seseorang baik dengan begitu aku pun merasa aman, tenang dan suka yang bisa membuat kata-kata pecah jika mengurainya. Hhhh... Penilaian yang baik, niat yang baik pasti akan mendapatkan hasil yang sepantasnya, kepada siapapun itu. Karena ruang dalam amanah hati kita sangatlah luas, untuk apa jika disesaki dengan kewaspadaan berlebih dan penilaian buruk membuahkan dengki jika akan mengerucutkan luasnya hati. Bahkan dengan kebaikan hati kita bisa semakin luas lagi. Percaya dan buktikan :)

Saudariku, Eccy..
Yang telah ku curi ilmu dari pandangan-pandanganku yang diam tanpa sepengetahuanmu, yang telah ku rasa polos darimu, yang membuat kalimatku pecah dirundung haru setiap mengenang apa yang sudah kau ajarkan padaku. Aku menyayangimu eccy, dengan caraku.
Teruntuk cinta persahabatan kita, semoga Allah SWT menjaga setiap niat kita. Amin.


Thursday, December 26, 2013

Arini, kau berhasil

Aku menulis untuk ingatan-ingatan yang tak lagi muat untuk kusimpan
Aku menulis sebelum nanti aku banyak terjengkal
Aku menulis sebelum nanti aku tertutup debu yang bergelimang
Aku menulis dan membawa bekal untuk pergi melanglang
Aku menulis sebelum pada akhirnya nanti aku akan hilang ..
-Arini Syahadah-

Hay.. ukh, jika kau nyatakan bahwa tulisan dapat menguraikan isi hatimu, penegas dalam setiap ungkapanmu, baiklah aku juga setuju. Izinkan aku berbagi tentang salah satu hal yang sulit ku nyatakan ini, dengan membaca tulisanmu aku tergerak untuk menggugahnya. Bagiku menulis adalah percakapan atau perbincangan yang tidak bisa aku uraikan panjang lebar kepada orang lain. Jika kau terdedikasi oleh karya-karya orang lain karena salah satu hobimu adalah membaca, pantaslah itu menjadikan jendela cakrawalamu semakin luas membentang. Berbeda sekali dengan aku ukh, aku tidak telaten membaca juga menulis. Menunjukkan sekali aku memang tidak memiliki jiwa sepertimu, ukh. Penilaian beberapa orang sepertinya juga tidak tepat yang berkata jika aku mempunyai jiwa penulis atau semacamnya. Mereka tidak tahu ada kau dan orang-orang lain yang lebih layak mendapat penilaian tentang jiwa menulis yang gemilang.

Ku kutip bagian dari tulisanmu yang membuatku berhasil nanar di pagi ini. Sama halnya seperti yang kau lakukan sebelum menuliskan sesuatu, selalu mengutip kata-kata atau kalimat singkat yang artinya luar biasa. Sebenarnya ketika kita mengutip kalimat itu, ada uraian yang ingin kita jelaskan panjang lebar di setiap tulisan kita berdasarkan pandangan kita. Dan kau Arini. Yah… kau, selalu berhasil membuat nurani ini seolah-olah telah berhasil menguraikan apa-apa yang sulit untuk aku cakapkan. Tulisan-tulisanmu seperti aku sendiri yang menulisnya, seperti jiwaku berada disana saat kau sedang menulis. Membaca tulisan-tulisanmu seperti perkataan yang sengaja ku lewatkan karena, aku tidak pernah berani menulis atau sampai mengungkapnya. Perkataan atau percakapan itu hanya tersimpan dalam MemoPad di BBku, karena sesaat itu lebih baik. Tersimpan, tergeser oleh tulisan-tulisan yang lain, hingga aku sendiri lupa bahwa aku pernah menulis walau tidak selesai, walau tidak berjudul.

Entah, setiap aku tiba-tiba membaca tulisanmu disaat itu juga aku sedang merinduimu, ukh. Dengan tulisan-tulisanmu aku seolah bercerita denganmu, bahwa yang kau rasakan adalah yang ku rasakan. Kata-kata yang kau rangkai adalah kata-kata yang ku cari-cari. Adanya tulisanmu membuat jarak diantara kita menjadi dekat, tulisan-tulisanmu yang selalu menjadi percakapan dari apa yang sulit untuk ku rangkai. Sahabat ku lebih dari satu, tapi sahabat yang membuatku seolah aku berhasil menuliskan sesuatu adalah kau ukh, sahabatku dari kota lain Arini.

Tulisan-tulisanmu selalu berhasil menjadi cahaya dikala cahaya semangat itu sedang redup.

Tulisan-tulisanmu selalu berhasil menjadi kebaikan yang memudahkan orang lain mengartikan sesuatu.

Dan bersama tulisanmu, kau bagi kehangatan untuk jiwa-jiwa yang dingin dan kaku dalam mengungkapkan.

Terimakasih, tulisanmu selalu menyampaikan manfaat ukh. 



Thursday, May 23, 2013

Bertahanlah!!!

          Wahai Tuhan… jauh sudah, lelah kaki yang melangkah
          Aku hilang, tanpa arah, rindu hati sinar-Mu
          Wahai Tuhan… aku lemah, hina, berlumur noda
          Hapuskanlah, terangilah, jiwa di hitam jalanku
          Ampunkanlah aku, trimalah taubatku
          Sesungguhnya Engkau Sang Maha Pengampun dosa
          Ya Rabbi… izinkanlah aku, kembali pada-Mu
          Meski mungkin takkan sempurna, aku sebagai hamba-Mu
          Berikanlah aku, kesempatan waktu, aku ingin kembali
          Kembali kepada-Mu
Dan meski tak layak, sujud padamu, dan sungguh tak layak aku
#Taubat-Opick#

Detik waktu terus berjalan, berhias gelap dan terang
Suka dan duka, tangis dan tawa, tergores bagai lukisan
Seribu mimpi berjuta sepi, hadir bagai teman sejati
Diantara lelahnya jiwa, dalam resah dan air mata
Ku persembahkan kepada-Mu yang terindah dalam hidupku
Meski ku rapuh dalam langkah, kadang tak setia kepada-Mu
Namun cinta dalam jiwa hanyalah pada-Mu
Maafkanlah bila hati tak sempurna mencintai-Mu
Dalam dada ku harap hanya diri-Mu yang bertahta
Detik waktu terus berlalu, semua berakhir pada-Mu
#Rapuh-Opick#

Sendiri menyepi, tenggelam dalam renungan
Ada apa aku, seakan ku jauh dari ketenangan
Perlahan ku cari, mengapa diriku hampa ?
Mungkin ada salah, mungkin ku tersesat, mungkin dan mungkin lagi
Oh Tuhan aku merasa, sendiri menyepi
Ingin ku menangis menyesali diri mengapa terjadi
Sampai kapan ku begini, resah tak bertepi
Kembalikan aku pada cahaya-Mu yang sempat menyala
Benderang dihidupku
Oh Tuhan aku merasa, sendiri
Aku merasa sendiri
Sampai kapan begini, resah tiada bertepi
Ku ingin cahya-Mu, benderang dihidupku
#SendiriMenyepi-Edcoustic#

Cukuplah ku simpan semua ceritaku yang dulu
Tentangku, tentang apapun yang membuatku tiada berarti
Di persimpangan aku berdiri membisu
Harus ku putuskan kemana kah ku melangkah
Jangan lagi, usikku meski aku tak tahu
Kemana lagi aku berlari, kejar harapan yang sempat mengelam
Biarkanlah ku hidup dengan nafas yang baru
Nafas yang menyimpan kedamaian
Di persimpangan aku berdiri
Cukup januari kemarin ku tinggalkan kelamku
Tentangku dan masa lalu yang membuatku tiada berarti
#DiPersimpanganAkuBerdiri-Edcoustic#

Andai matahari di tangan kananku
Takkan mampu merubah yakinku
Terpatri dan takkan terbeli dalam lubuk hati
Bilakah rembulan di tangan kiriku
Takkan sanggup mengganti imanku
Jiwa dan raga ini, apapun adanya
Andaikan seribu siksaan
Terus melambai-lambaikan derita yang mendalam
Seujung rambut pun aku takkan bimbang
Jalan ini yang ku tempuh
Bilakah ajal kan menjelang
Jemput rindu-rindu syahid yang penuh kenikmatan
Cintaku hanya untuk-Mu, tetapkan muslimku selalu
#Keimananku-Fatima# 


Saatmembiarkan futur itu bernafas dalam rongga-rongga keimananku, merelakan emosi berdiri tegak dibawah rasa takutku dan menyenangkan saat nekat membawa diriku berperilaku menyimpang.
 Izinkanlah mutiara iman yang Kau selipkan dalam hidayah-Mu ini terus bertahan, kokoh, kuat, tak terusik oleh kerapuhan jiwa ya Rabb...

Sunday, January 27, 2013

Kiasan dalam Renungan



Ingatan berdebu, kala dentang waktu berlari…
Terburu-buru mengejar kisah yang lain…
Cemerlang, kala ukiran waktu berjalan…
Yang menapaki dengan terkenang…
Oleh apa yang dikenang, oleh apa yang menjadi nyata…

Terkadang…
Kiasan lebih dalam…
Membisik ruh pada tanya…
Membuat getar, akal menghampirinya…
Dan hati, rasa dalam menempanya…

Mungkin itulah…
Renungan yang hidup dalam jiwa…
Lahir dari bibit kepekaan…
Berkembang dalam garis keras kedewasaan…
Dan bukti adanya senyum kehidupan…
Walau sesaat…
Hidup dalam dunia sendiri…
Dalam kenangan…
Bayangan…
Serta imajinasi…

Perenungan ada untuk hidup…
Untuk kematian…
Untuk pilihan…
Untuk pendapat…
Untuk tempaan…

Dan renungan memiliki ruang tak berbatas…
Tergapai oleh segala makna berkesinambungan…
Ialah luang yang bermanfaat…
Ialah nyata sebuah rasa yang lain…
Ialah hubungan antara jiwa dengan-Nya…

Friday, January 25, 2013

Renungan, Kau tiba bersamanya

Duduk bersandar di pintu masjid, memandangi lapangan yang sedang dalam aktivitas. Yahh... Langit sedang mendung sore ini, dan mulai membawa rasa dalam balutannya. Pandanganku beralih, seorang adik kelas duduk di belakangku, adik kelas yang telah menarik perhatianku sejak pertama kali aku melihatnya. Sedikit terkejut ketika adik ini memilih untuk duduk di dekatku saat menunggu pinjaman mukenah daripada berkumpul dengan teman lainnya yang juga sedang menunggu antrian mukenah masjid.

Nunggu, mukenah ya ?” tanyaku memulai pembicaraan.
Iya mbak, nunggu mukenahnya masjid” jawabnya lembut.
Tadi kenapa nangis dek ?” tanyaku penasaran.
Lhoo… Mbak tau aku nangis tadi ?” jawabnya spontan.

Selagi dia menunggu mukenah dan aku yang juga sedang menunggu jemputan pulang. Baru pertama kali ini aku bisa berbincang dengannya dengan suasana yang tidak disengaja, dengan keadaan yang begitu saja terjadi namun tetap terdapat hikmah yang hinggap dalam jiwa. Aku tidak menyangka ketika dia begitu saja membuka diri, bercerita apa yang sedang dia rasakan hari ini dan aku merasa sangat bersyukur dia mamu bercerita padaku. Duhur tadi, aku menemuinya dalam keadaan terduduk di shaf shalat kedua, dia tidak memakai mukenah hanya terduduk dan tertunduk sedang meremat-remat tangannya. Penasaran untuk terus memperhatikannya, saat aku hendak selesai melipat mukenah, ku termenung sejenak, melihat bulir air mata mengalir perlahan dari matanya yang memancarkan pertanyaan. Melihatnya dalam keadaan seperti itu, aku hanya mampu menepuk pundaknya saat aku harus melewatinya.

Kini, pembicaraan yang untuk kedua kalinya membuat ku kagum padanya, memang belum banyak penilaian yang bisa ku beri angka bagus untuknya lantaran aku yang juga jarang berkomunikasi dengannya. Lagi ia bercerita soal “Aku masih sulit menemukan jati diriku mbak”, kalimat yang begitu polos mengalir dalam lisannya. Dia bagai alarm yang tak ku duga karena setiap ucapannya seperti pertanyaan yang dilemparkan untukku. MENEMUKAN JATI DIRI ?????. Apakah aku sendiri sudah menemukan jati diriku ?????. Dan setiap ia lontarkan kalimat itu adalah nilai lebih untuknya.

Jadi tadi itu kamu belum sholat toh dek ?” tanyaku ulang.
Belum mbak, tadi aku perenungan dulu baru sholat, soalnya gak enak kalo sholat sambil perenungan mbak” jawabnya jelas.

Perenungan sebelum shalat ? Dia melakukannya dengan titihan air mata, dengan kesungguhan, dengan mengharap. Dialah adik kelas yang pertama kali ku temui dengan keadaan bersungguh-sungguh, bukan berarti aku menganggap lainnya tidak bersungguh-sungguh dalam mencari jati dirinya. Tapi, dia berbeda, adik kelas ku yang satu ini, dia bersungguh-sungguh mencari jalan dengan cahaya yang dia harap tiada akan redup. Ohh… dek, kau seperti diriku dibeberapa tahun yang lalu. Yang tengah dalam pencarian. Aku iri padanya. Apa yang dia lakukan tidak ku lakukan, aku tau pasti dia jalani hari-harinya di sekolah dengan sungguh-sungguh dengan semangat pencarian itu. Dia bukan seorang remaja yang mudah menyerah, itulah yang ku baca dari setiap perilakunya yang ku dapati. Adik kelasku ini, dia tetaplah seorang gadis remaja, yang juga mengalami hal percintaan, hal yang selalu menjadi raja disetiap hati gadis saat merasakan rasa itu. Rasa yang begitu menggelora, dua kali mampu membakar semangat menjadi lebih dari semangat. Nilai lebih yang mendukung, dia mampu mengendalikan perasaannya soal percintaan, walau dia juga masih labil tapi dia masih mampu berpikir jernih dan berani bersikap serta mengambil keputusan. Dia seperti peri kecil dalam perjalanan...

Hikmah yang hinggap setelah pembicaraan kami usai adalah Perenungan. Apa arti perenungan itu ? terus menerus dilakukan untuk mencari jawaban, untuk introspeksi diri. Perenungan, hanya diri masing-masing yang tau apa sesungguhnya perenungan itu. Perenungan juga bermacam-macam, tergantung bagaimana individu itu memahami, menguraikan dan mengaplikasikan perenungannya. Dia seperti kaca yang bersinar di balik dunia nyata, yang kembali mengingatkan melalui kepolosannya, melalui kelembutan suaranya dalam menguraikan dengan sungguh, melalui tatapan matanya yang masih belum terwarnai oleh rona warna kehidupan yang meliuk ini. Kepolosan seseorang yang juga bisa menjadi bahan renungan bagiku, dengan kepolosan yakni dengan jiwa yang masih belum ternoda oleh prasangka-prasangka negative. Rasanya sikap polos itu murni dan harus di rasakan kembali bagi jiwa-jiwa yang telah dewasa melalui usianya, karena dengan kepolosan itulah ujian kehidupan dapat terjawab satu per satu, karena dalam kepolosan hanya ada Allah yang menguasai jiwa, hanya Allah yang menentukan. Tapi, dasar manusianya… terkadang usia yang sudah terlampaui menjadi ukuran bagaimana seseorang itu berhasil dalam menyelesaikan urusan kehidupannya lalu merasa jiwa sendirilah yang mampu menyelesaikan urusan kehidupan seolah-olah tak butuh campur tangan Sang Kuasa. Padahal jelas, banyak diluar sana anak-anak jalanan yang masih usia dini tapi mereka sudah berhasil menjalani hidup sendiri, bahkan sampai membiayai hidup orang tua atau saudara mereka. 

Terimakasih dek, yang telah menjadi renunganku atas kepolosanmu yang begitu ikhlas kau bagi padaku, bersyukur ku sapat menangkap hikmah yang kau bawa bersama ragamu yang bersinar oleh keluguanmu. Pertanyaanmu adalah pertanyaan juga untukku dek.